https://investor.id/figure/membangun-peradaban-berawal-dari-keluarga

 

Aulia Firdaus

 

Aulia Firdaus, Presiden Direktur Real Estate Power Membangun Peradaban Berawal dari Keluarga F Rio Winto/Harso Kurniawan, Selasa, 29 Oktober 2019 | 13:10 WIB

Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul “Membangun Peradaban Berawal dari Keluarga”
Penulis: F Rio Winto/Harso Kurniawan
Read more at: https://investor.id/figure/membangun-peradaban-berawal-dari-keluarga

Bagi Aulia Firdaus, presiden direktur Real Estate Power (Repower), membangun properti bukan sekadar mendirikan gedung atau perumahan. Lebih dari itu, membangun properti sama seperti membangun peradaban.
Karena filosofi itulah, dalam setiap proyek properti yang digarapnya, PT Repower Asia Indonesia selalu mengombinasikan konsep pengembangan hunian terintegrasi dengan fasilitas pendidikan dan akses transportasi.
Alasan Aulia, pendidikan berfungsi membentuk karakter manusia yang berbudaya dan menciptakan peradaban yang baik. Pendidikan juga bisa meningkatkan kualitas hidup.
“Pada titik ini, pendidikan menjadi penting sebagai upaya membangun karakter bangsa,” tutur Aulia Firdaus kepada wartawan Investor Daily Harso Kurniawan dan F Rio Winto di Jakarta, belum lama ini.
Prinsip dan nilai-nilai tersebut dipegang teguh alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis FEB Universitas Indonesia (UI) ini dalam menekuni bisnis properti.
Filosofi itu juga tercermin pada proyek hunian tapak Botanical Puri Asri di Depok, Jawa Barat, seluas 1,8 hektare (ha) milik Repower. Konsep yang sama akan diterapkan pada tiga proyek apartemen yang bakal dibangun mulai 2020 dan ditargetkan rampung pada 2021 hingga 2023.
Segmen yang dibidik adalah kalangan menengah atas. Repower berencana masuk pasar modal pada pertengahan November 2019.
“Bagi saya, membangun peradaban berawal dari tingkat keluarga. Karena itu, keluarga harus dibangun, dijaga dengan baik demi sebuah peradaban,” tegas dia.
Menjaga keluarga, menurut Aulia Firdaus, harus diawali dengan lokasi hunian yang baik, aman, dan nyaman. “Sarana pendidikan yang baik juga harus menjadi salah satu faktor penunjang lokasi hunian,” ujar dia. Berikut penuturan lengkapnya:

Bagaimana awal perjalanan karier Anda?

Sebenarnya perjalanan karier saya beragam. Setelah lulus dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), saya menjadi akuntan. Saya sempat bergabung di bank swasta nasional, seperti Danamon (PT Bank Danamon Indonesia Tbk) dan beberapa bank asing, antara lain ABN Ambro, RBS Royal Bank of Scotland, ANZ, HSBC, dan terakhir HSBC Amanah Indonesia (unit usaha syariah Bank HSBC).

Saya kerap diminta melakukan pengembangan bisnis, di antaranya perbankan mikro, treasury, trade finance, structured finance, serta syariah banking.

Latar belakang saya accounting finance dan auditor banking. Saya mulai belajar banyak saat masuk Bank Danamon pada 2003. Saat itu mulai reformasi. Kondisinya modal asing mulai masuk Indonesia. Saya belajar saat masuk bank, mulai A sampai Z.

Saat itu, saya merasa apakah saya salah jalan karena masuk bank nasional? Kenapa bukan masuk bank asing terlebih dahulu? Alasannya, saat itu, gaji di bank asing tergolong tinggi.

 

Selain itu, saya ingin membuktikan bahwa saya juga bisa berkarier di bank asing, walaupun dari bank nasional. Akhirnya saya bisa ke bank asing, ABN Ambro. Kebetulan saya memiliki keahlian, yakni talent treasury syariah. Saat itu, kemampuan di bidang itu minim. SDM yang punya skill tersebut sangat terbatas.

 

Saat itu juga sedang ramai membuat bank syariah. Setelah dari RBS Royal Bank of Scotland dan ANZ, terakhir di HSBC Amanah Indonesia. HSBC Amanah Indonesia berkecimpung di capital market.

 

Jadi, pasar modal saya sudah tahu dan dunia perbankan itu generalis, sehingga saya bisa juga tahu soal property retail. Namun, pada 2012, saya secara resmi mengundurkan diri dari dunia perbankan dan memulai bisnis sendiri, salah satunya properti

Alasan Anda meninggalkan perbankan?

 

Saat itu saya mulai berpikir untuk mulai mandiri. Dari orang tua ada syariah compliance. Kemudian saat itu umur saya 32 tahun, sehingga belum terlambat untuk memulai usaha sendiri. Sebenarnya pada usia 30 tahun saya sudah ingin memulai usaha. Awalnya, saat akan memulai, biasalah ada idealisme. Namun, memang ada perbedaan saat perpindahan dari posisi karyawan menjadi pengusaha, yaitu masalah mental.

 

Namun, berdasarkan pengalaman yang saya dapat saat itu, untuk bertahan hidup harus memiliki konsep mengambil buah yang paling dekat. Karena itu, saya pun melakukan berbagai usaha, mulai menjadi konsultan hingga percetakan. Saya banyak mencoba segala hal karena mempunyai waktu, pengetahuan, dan didukung oleh partner. Kemudian, barulah saya terjun ke dunia properti sampai sekarang.

Yang mendorong Anda menekuni bisnis properti?

Terus terang, properti ini beda. Properti memiliki beauty tersendiri bagi saya. Awal saya menekuni properti, saya hanya membangun beberapa unit rumah saja. Saya mengurus perizinan dan menghitung proses pembangunan.

Nah, selama perjalanan menggeluti bisnis properti, saya dipertemukan dengan Pak Ichsan Thalib oleh seorang ahli ekonomi syariah Indonesia, Ikhwan Basri Abidin. Akhirnya kami memutuskan untuk menjalin kerja sama mengembangkan bisnis properti dengan Pak Icshan.

 

Beliau melihat saya memiliki potensi. Pak Ichsan sudah malang melintang di dunia properti. Dia memiliki pengalaman banyak di sana. Dia mempunyai visi dan sering melakukan kegiatan sosial, selain terjun di dunia bisnis.

 

Seiring perjalanan waktu, akhirnya saya memiliki kesamaan chemistry dengan beliau. Saya memulai poyek bersama beliau walaupun di luar Real Estate Power. Kami pun akhirnya memiliki semangat untuk membesarkan Real Estate Power. Perusahaan ini adalah postur ideal untuk dibesarkan.

Memiliki kesamaan chemistry, maksud Anda?

Sejak bertemu beliau pada 2014, Real Estate Power memiliki peluang untuk dibesarkan. Legalitas memang baru, tetapi proses kerja sama dengan beliau sudah berlangsung lama. Kami memiliki proyek properti terkadang atas nama pribadi dan beliau. Hal itu terjadi karena menyesuaikan kondisi lahan dan perizinan.

 

Poinnya adalah saya memiliki chemistry yang sama dengan beliau bahwa properti bukan semata usaha bisnis parsial. Bisnis properti mempunyai horizon yang panjang. Sebab, warga yang tinggal di sebuah lokasi hunian layak huni akan memiliki anak, bahkan sampai memiliki cucu.

 

Atas dasar itu, kami sepakat bahwa warga yang berdomisili di sebuah hunian layak huni harus dijaga dan terus dibangun. Tentunya semua berawal dari sebuah keluarga.

 

Bagaimana cara menjaga keluarga itu tentunya adalah memiliki lokasi hunian layak huni. Melalui lokasi hunian layak huni, kami membangun budaya dan peradaban. Membangun properti sama seperti membangun budaya dan peradaban.

Mengapa membangun properti juga disebut membangun peradaban?

Kami sangat meyakini bahwa membangun properti sama dengan membangun peradaban. Unsur terkecil dari sebuah peradaban adalah keluarga. Tugas kami adalah membangun komunitas di sebuah lokasi hunia. Apabila komunitas tersebut tumbuh dengan baik, otomatis peradaban juga akan baik .

Hal lain yang tidak boleh dilupakan, kunci utama peradaban adalah pendidikan. Kami juga berusaha untuk membangun pendidikan. Pendidikan adalah software. Apalagi dalam sebuah lokasi hunian terdapat sarana pendidikan. Anak-anak yang menempuh pendidikan di lingkungan hunian tersebut akan terpantau dengan baik.

Kami berusaha membangun peradaban dengan membuat konsep hunian education oriented development. Bahkan, ada juga beberapa lokasi hunian dengan konsep transit. Dengan cara ini, kami ingin membangun peradaban dengan kondisi lingkungan yang guyub dan selalu menjaga tali silaturahmi.

 

Apa filosofi Anda sehingga begitu kuat ingin membangun peradaban?

 

Kami selalu memiliki visi semua kegiatan tidak hanya selesai di dunia. Semua kegiatan dalam perjalanan hidup kita adalah bagian dari ibadah. Bukan hanya salat, tetapi semua kegiatan kita harus menjadi ibadah, termasuk menyediakan rumah bagi masyarakat.

Dalam konteks kehidupan, diharapkan menjadi ibadah. Semua berharap bisa dikonversi di dunia dan akhirat. Misalnya mau umrah, tidak bisa menggunakan uang rupiah, namun harus dikonversi menjadi real. Begitu juga saat akan ke Amerika Serikat, misalnya, kita harus menukar rupiah ke dolar AS.

Intinya adalah di dunia ini kita harus beramal dengan sebaik-baiknya sehingga kita bisa mengonversi amal ibadah kita. Semua ini harus didapat dengan kerja keras, dengan proses yang tidak mudah dan cepat.

Bahkan, dalam tim, saya juga menerapkan bahwa bekerja adalah ibadah. Kualifikasi tim kami bukan parsial, tapi end to end pada masing-masing bidang. Kami mendidik tim untuk bekerja end to end. Hal itu merupakan bagian dari ibadah. Ini yang saya pegang dalam memimpin perusahaan.

Semua Anda lakukan untuk membangun peradaban, termasuk properti?

Peradaban jangka panjang adalah berawal dari upaya membangun perumahan. Peradaban sudah berlangsung sejak lama. Terus terang, saya kaget juga ada bangunan batu dengan arsitektur. Mengukir batu adalah bentuk peradaban. Peradaban yang maju dilihat dari perumahan dan sarana pendidikan yang maju.

Kami akan membuat desain yang menyesuaikan pendidikan berkualitas, aman, dan nyaman di lingkungan perumahan. Tujuannya agar pendidikan dapat terakomodasi dengan baik oleh penghuni dan masyarakat sekitar. Kami juga ingin memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.

 

Apa yang menginspirasi Anda? Saya punya beberapa pengalaman sebenarnya. Saat saya tidak diterima di UI melalui UMPTN untuk kali pertama. Tetapi, saat itu, saya justru diterima di STAN. Saya sempat kuliah selama satu tahun di STAN.

 

Satu tahun kemudian, saya akhirnya bisa masuk UI. Ada nilai-nilai dari STAN yang bisa dikonversi di UI. Tinggal pindah mata kuliah dan diakui. Pelajaran pentingnya adalah, menurut kita baik, tapi Allah memberikan jalan lain. Ada jalan belok kanan dan ke kiri.

 

Saya belajar banyak di STAN. Di STAN, banyak teman-teman dari seluruh Indonesia pada angkatan 1998. Saya belajar banyak budaya di STAN. Mereka memiliki passion dan kesabaran. Mereka siap ditugaskan di bukan daerah asal.

 

Saya belajar bagaimana mereka mempunyai komitmen. Saya menilai mereka memiliki mental pejuang dan nilai-nilai. Semua suku bangsa di Indonesia memiliki mental pejuang dengan cara masing-masing. Mereka bisa survive. Mereka memiliki komitmen saat penugasan di seluruh pelosok.

Hal lain yang menarik lagi, saya sempat kecewa dengan bos saat bekerja di perbankan. Saya pernah direkrut untuk posisi tertentu, tapi justru ditugaskan di posisi lain. Saya bekerja di bagian treasury sales, tetapi ditugaskan untuk bagian produk. Treasury sales berkaitan dengan konsumen, tapi ditaruh pada posisi back end untuk mengurus produk.

 

Tetapi, senior bilang agar tetap bekerja saja dan saya mengikuti sarannya. Hasilnya bagus. Saya memiliki background treasury sales dengan didukung kemampuan produk. Intinya adalah jangan menganggap penugasan di luar job desk adalah beban. Kemudian, jangan takut salah dan selalu ada hikmah dalam suatu peristiwa. Apa yang menurut kita di luar ekspetasi, tetapi justru banyak hikmahnya.

Intinya adalah selalu berbaik sangka.

 

* Biodata

Nama Lengkap: Aulia Firdaus.

Tempat/tanggal Lahir: Jakarta, 3 September 1980.

Istri: Samira Basalamah.

Anak: Haniifah Nahdah, Shofiyyah Zaahidah, Mayla Haniyyah, Hudzaifah Alfatih, Muhammad Ibadurrahman.

Pendidikan: 1999 – 2003: Fakultas Ekonomi (Bisnis) Universitas Indonesia.

1998 – 1999: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara STAN.

Karier: 2019-sekarang: Presiden Direktur PT Repower Asia Indonesia Tbk.

2012-2019: CEO Akselera Group. 2010-2012: AVP Structured Finance HSBC Amanah.

2009-2010: Manager, Retail Treasury Sales, The Royal Bank Of Scotland (RBS) Indonesia.

2008-2010: Manager, Islamic Banking Treasury ABN AMRO Bank, NV Indonesia.

2003-2008: Officer level di PT Bank Danamon Indonesia Tbk.

 

Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul “Membangun Peradaban Berawal dari Keluarga”
Penulis: F Rio Winto/Harso Kurniawan
Read more at: https://investor.id/figure/membangun-peradaban-berawal-dari-keluarga